Siapkah Indonesia Menghadapi Ledakan Urbanisasi Tahun 2030?
Tingkat urbanisasi
Indonesia diprediksi akan mencapai 70 persen pada tahun 2030 mendatang. World Bank
dan Lembaga Riset Internasional, McKinsey Global Institute sudah memprediksi
hal tersebut dan menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi
nomor 7 di dunia. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai kestabilan
lebih dari negara-negara maju di dunia selama 4-5 tahun terakhir. Pertumbuhan
ekonomi tersebut berasal dari kota-kota besar di luar pulau Jawa dan Jakarta. Menurut
World Bank, kota-kota yang menjadi sasaran utama urbanisasi adalah kota yang
jauh dari kota besar, seperti Yogyakarta, Cirebon, Pekalongan, dan sebagainya.
Dengan tingkat urbanisasi
yang sedemikian tersebar dan memiliki tingkat yang sangat tinggi, yakni 70 persen,
maka kota-kota di Indonesia butuh persiapan yang memadai untuk dapat menampung
ledakan urbanisasi tersebut. Dalam laporannya 'Expanding Opportunities for the Urban Poor',
World Bank telah mengingatkan Indonesia bahwa tingkat urbanisasi yang tinggi tanpa
persiapan infrastruktur, layanan, serta lapangan pekerjaan yang cukup dapat
membuat terjadinya ketimpangan, terhambatnya pertumbuhan ekonomi, dan
perpecahan sosial seperti kota-kota di Asia Timur dan Pasifik.
Saat ini, Indonesia sudah
mulai bangkit dalam pemerataan pembangunan infrastruktur guna bersaing dengan
dunia internasional. Pembangunan infrastruktur Indonesia sebagian besar
melibatkan sektor swasta, terutama infrastruktur jalan yang ada di pulau Jawa.
”Keterlibatan sektor swasta
dalam pembangunan supaya ada alternatif skenario dalam penyediaan infrastruktur”
tutur Ridwan Sutriadi ST MT PhD, Kaprodi S1 PWK ITB, dalam kuliah tamu bertema
Tata Kelola Perkotaan yang bertempat di Gedung B ruang 305 PWK ITS, Surabaya,
Selasa (13/03).
Sektor swasta dalam
pembangunan infrastruktur Indonesia diharapkan dapat menjadi penolong
pemerintah Indonesia dalam penyediaan infrastruktur, terutama di kota-kota
besar di Indonesia.
Namun, pemerintah Indonesia
juga harus tetap memperhatikan dengan luasnya Indonesia dan tingkat urbanisasi
yang tinggi dapat berdampak lebih besar daripada kota-kota di Asia Timur dan
Pasifik.
Oleh karena itu, perhatian
terhadap SDG’s nomor 11 yang berbunyi “Make cities and human settlements
inclusive, safe, resilient and sustainable” sangat diperlukan. Dengan tugas
utama pemerintah pusat maupun daerah, yaitu pembangunan kota berkelanjutan yang
dapat membuat kota-kota di Indonesia menjadi aman dan nyaman ditempati untuk
masyarakatnya.
Kota-kota di Indonesia
memiliki potensi dari sumber daya alamnya masing-masing yang dapat dimanfaatkan
secara luas untuk kesejahteraan masyarakatnya. Seperti pada buku Indonesia’s Urban Story yang merupakan
produk World Bank menyatakan bahwa, kota besar lebih produktif secara ekonomis
bila dibandingkan dengan kota kecil karena, kota besar mengelompokkan kegiatan-kegiatan
dan menciptakan peluang terbentuknya ekonomi yang berbasis lokal. Untuk itu,
diperlukan peningkatan pengelolaan potensi sumber daya alam di masing-masing
kota serta pemasaran kota tersebut.
“Siapa para pemangku
kepentingannya, yang kedua faktor pemasarannya seperti bagaimana, dan target
pemasarannya seperti apa, ini kalau ingin mencapai kota berkelanjutannya dengan
cara memasarkan kota itu atau marketing places” ungkap Ridwan Sutriadi ST MT PhD.
Dari pernyataan Bapak
Ridwan tersebut, dapat diketahui bahwa, kota berkelanjutan dapat dicapai dengan
memasarkan kota tersebut. Memasarkan kota harus memperhatikan pemangku
kepentingan (Multiple Helix Ecosystem), yaitu pemerintah, sektor swasta, akademisi,
dan masyarakat. Dalam pembangunan daerah perkotaan, setiap stakeholder tersebut
memiliki kewajiban serta kewenangannya pada daerah masing-masing untuk dapat
mencapai kota yang berkelanjutan.
Bapak Ridwan menyatakan
bahwa, faktor pemasaran yang dapat dilakukan perkotaan adalah dengan pengembangan
kawasan berdasarkan komoditas di kota tersebut yang berupa produk atau layanan
dengan komponen pengembangan kawasan berupa kebijakan (program, perangkat
pengendalian, dan sinkronisasi), Infrastruktur (prasarana dan sarana),
pengembangan SDM (pelatihan kepemipinan, pendidikan, dan mindset), dan tata
kelola perkotaan (badan pengelolaan, kemitraan pemasaran, sumber pendanaan, dan
cara memasarkan).
Berbagai pernyataan
tentang mencapai kota berkelanjutan yang dapat mencegah dampak buruk ledakan
urbanisasi dapat terealisasi jika stakeholder di indonesia dapat bekerja sama
dengan baik dan berfokus menghadapi urbanisasi sebagai tantangan pembangunan
nasional.
Pemerintah Indonesia,
terutama pemerintah kota harus mampu memprioritaskan bidang-bidang penting
untuk mencapai kota berkelanjutan, termasuk mendukung pembiayaan infrastruktur
perkotaan dengan pilihan domestik, meningkatkan kemampuan manajemen perkotaan di
daerah, dan mampu menciptakan program nasional sektor infrastruktur perkotaan,
serta mampu memasarkan kota-kotanya dengan potensi sumber daya di daerah masing-masing.
Daftar
Pustaka:
Daryono, A.
M., 2017. Bank Dunia Prediksi Urbanisasi di Indonesia pada 2030 Tumbuh 70%,
s.l.: Media Indonesia.
Group,
W. B., 2016. Indonesia's Urban Story. s.l.:Indonesia Infrastructure
Support Trust Fund ; Cities Alliance.
Setiawan, A., 2012. McKinsey: 2030, Indonesia Akan Jadi Negara Nomor 7 di Dunia, s.l.: Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
Komentar
Posting Komentar